Jakarta – Pertemuan empat mata antara Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Presiden Prabowo Subianto. Pertemuan selama dua jam belakangan ini menimbulkan berbagai spekulasi politik. Tidak adanya keterangan resmi terkait agenda pembicaraan keduanya membuat publik menafsirkan sendiri isi pertemuan tersebut.
Pengamat politik Roki Gerung menilai, pertemuan itu sulit dipahami hanya sebatas silaturahmi. “Kalau dua tokoh besar bertemu selama dua jam tanpa penjelasan, tentu publik menduga ada persoalan serius yang dibicarakan, bukan sekadar kangen-kangenan,” ujar Roki dalam diskusi bersama Heru Purboyo.
Menurutnya, isu yang paling mungkin dibicarakan berkaitan dengan dinamika politik yang melibatkan keluarga Jokowi. Mulai dari status Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, kasus hukum yang menyeret Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution, hingga polemik ijazah Presiden Jokowi yang kini tengah diperiksa akademisi dan publik.
“Jokowi terlihat gelisah dengan masa depan politik keluarganya. Ada tekanan dari berbagai arah, baik dari mahasiswa, kelompok emak-emak, maupun komunitas internasional, yang mendorong transparansi terkait dugaan korupsi dan keabsahan ijazah,” jelas Roki.
Ia menambahkan, dinamika ini semakin diperkuat dengan langkah KPU yang akhirnya menyerahkan salinan ijazah Jokowi kepada Roy Suryo dan timnya. Isu keaslian ijazah menjadi sorotan baru yang berpotensi memperumit posisi politik Jokowi dan dinastinya.
Selain itu, Jokowi juga dinilai semakin aktif bergerak di arena politik dengan menghadiri kongres PSI, mengumpulkan elite partai tersebut di Bali, hingga disebut-sebut mengusulkan duet Prabowo–Gibran berlanjut hingga 2029. Usulan itu dianggap sebagian kalangan sebagai bentuk kegelisahan Jokowi untuk menjaga pengaruh politiknya pasca lengser.
“Usulan duet Prabowo–Gibran sampai dua periode terbaca sebagai upaya Jokowi mencari perlindungan politik. Dia ingin memastikan reputasinya sebagai presiden 10 tahun tidak runtuh oleh keputusan pengadilan atau kasus hukum yang menjerat keluarganya,” kata Roki.
Lebih lanjut, ia mengingatkan bahwa pertemuan Jokowi–Prabowo sebaiknya dibaca dengan perspektif politik yang matang, bukan sekadar rumor. “Kita mesti melihatnya sebagai bagian dari strategi politik dinasti Jokowi yang kini dalam tekanan. Dinasti ini sudah jadi isu publik dan sulit untuk diredam,” ujarnya.
Roki menutup analisanya dengan menyebut bahwa komunikasi politik Jokowi semakin melemah karena dikelilingi para buzzer yang justru memperburuk citra. “Jokowi sebaiknya melakukan detoksifikasi dari buzzer. Politik kita perlu didorong ke arah analitis, akademis, bukan sensasi dangkal,” pungkasnya.
Sumber : Rocky Gerung Official https://www.youtube.com/watch?v=xLStYImM43k






















